Senin, 27 Juni 2011

Djarum Indonesia Open Premier Superseries 2011 Tiga Tahun Beruntun Tanpa Gelar



Bulutangkis.com - Sejarah untuk kali perdana para pemain tuan rumah harus gigit jari selama perhelatan turnamen Indonesia Open sebenarnya sudah terjadi pada tahun 2007. Setahun setelahnya, kerinduan publik Istora akan gelar di kandang sendiri terobati oleh sabetan raket Sony dan Vita/Liliyana di partai puncak. Sayangnya setelah itu paceklik gelar kembali terjadi dan kali ini dalam waktu yang lebih lama.

Impian untuk melihat para atlet tanah air bersinggasana di atas podium Istora sepertinya harus tertunda kembali setelah pada babak final tahun ini dua wakil merah putih yang tersisa tak mampu membendung kedahsyatan permainan para atlet negeri China.

Harapan untuk meraih gelar sebenarnya lebih terumpu pada duet anyar, Ahmad Tantowi/Liliyana Natsir yang dalam tiga turnamen sebelumnya mampu menjadi kampiun dan bermain cemerlang. Namun ternyata antiklimaks permainan keduanya justru terjadi di partai puncak di depan dukungan suporter Indonesia yang berharap dapat mengobati kerinduan akan raihan gelar setelah dua tahun terakhir harus rela gigit jari.

Namun keberhasilan ToLyn di tiga turnamen sebelumnya ternyata tidak menjadi jaminan bahwa keduanya mampu tampil konsisten hingga di partai final. Sempat melibas lawan-lawannya dua set langsung sejak babak pertama, ToLyn ternyata harus tersandung oleh ganda terbaik China, Zhang Nan/Zhao Yunlei (1) yang pernah mereka kalahkan pada pekan sebelumnya.

ToLyn yang berjibaku ketat sejak awal set pertama mampu mencuri momentum di akhir set ketika tertinggal 17-19 akhirnya mampu menyamakan kedudukan dan meraih kemenangan 22-20. Namun sayangnya di dua set berikutnya ToLyn gagal mengimbangi bloking-bloking yang sempurna dari pasangan China. Beberapa kesalahan sendiri yang di pertandingan sebelumnya jarang dilakukan, kali ini justru menguntungkan Zhang/Zhao untuk meraih poin demi poin dan menyudahi pertandingan ini, 21-14, 21-9.

“Mereka karena kami lebih beruntung,” komentar Zhang Nan perihal kemenangannya atas ToLyn. Sementara itu Liliyana yang sempat meminta maaf kepada masyarakat Indonesia atas kegagalan mereka berujar, “Mudah-mudahan ke depannya kami akan lebih siap lagi. Kami minta maaf kepada masyarakat atas kegagalan ini.”

Sebelumnya di sektor ganda putri merah putih juga sudah menempatkan satu wakilnya ke babak final. Vita Marissa/Nadya Melati yang mencoba untuk mengimbangi duet satu dunia, Wang Xiaoli/Yu Yang (1), ternyata tak mampu berbuat banyak dan kalah dua set langsung, 12-21, 10-21.

“Kita tidak pernah lepas dari tekanan, apalagi kelasnya beda jauh” ujar Vita usai pertandingan. Sementara Nadya yang sempat grogi dengan kali pertamanya tampil di pertandingan besar mengakui bahwa duo China selalu mengincar dirinya untuk meraih poin demi poin. “Saya tahu klo saya jadi incaran mereka.

Selain itu Nadya juga mengaku merasa terhormat bisa berpasangan dengan pemain dunia sekelas Vita, “Saya tahu siapa lawan saya dan berpasangan dengan pemain dunia seperti Vita memacu saya untuk lebih baik lagi.”

Dengan hasil ini dominasi China kian tak terbantahkan setelah sebelumnya berhasil memetik gelar di sektor ganda putra dan tunggal putri. Duo Fu Haifeng/Cai Yun (3) yang mengalahkan rekan senegaranya, Chai Biao/Guo Zhendong (8), 21-13, 21-12. Sedangkan gelar kedua disumbangkan oleh Wang Yihan (3) yang mematahkan ambisi ‘hattrick’ pebulutangkis muda India, Saina Nehwal (4), 12-21, 23-21, 21-14.

Pada set pertama, agresivitas Saina tak mampu dibendung oleh Yihan. Di dukung oleh ribuan penonton Istora, Saina yang terdominasi di set kedua sempat bangkit dan mendapatkan momentum ketika tertinggal 16-19 mampu berbalik unggul 20-19. Namun sayangnya beberapa kesalahan sendiri dari pengembalian Saina membuat keberuntungan akhirnya berpihak pada Yihan untuk memaksa rubber set, 23-21.

Performa Saina kian menurun di set ketiga. Pebulutangkis berusia 21 tahun tersebut hanya mampu mengimbangi Yihan hingga kedudukan 12-12. Selepasnya, Yihan mengontrol penuh jalannya pertandingan dan akhirnya menutup set ini 21-14.

“Saya merasa beruntung bisa menang di sini (Indonesia, red). Benar-benar turnamen yang melelahkan dan pertandingan hari ini sangat sulit” ujar Yihan saat jumpa pers usai pertandingan.

Chong Wei Pertahankan Mahkota

Satu-satunya sektor yang tidak melibatkan pemain China adalah tungal putra setelah wakil terakhir China, Chen Long (4) tersingkir di babak semifinal. Sektor ini akhirnya dijuarai oleh unggulan tertas, Lee Chong Wei setelah menang telak 21-11, 21-7 atas wakil Eropa, Peter Gade. Hasil ini mewujudkan impian ‘hattrick’ Lee Chong Wei serta mengokohkan kembali posisinya di peringkat satu dunia. Konsistensi tunggal negeri jiran ini kian teruji sekaligus memantapkan ambisinya untuk menjadi kampiun juara dunia tahun ini. Sepanjang tahun 2011, dari 6 turnamen yang diikutinya, Chong Wei hanya satu kali menalan kekalahan yaitu pada babak final Korea Open Premier SS 2011 atas Lin Dan.

“Jarang sekali melihat Peter menyerah. Dan hari ini saya melihat hal yang jarang tersebut,” ujar Chong Wei usai pertandingan. “Saya sangat menghormati dia sebagai petarung sejati di lapangan. Dia tidak pernah menyerah bagaimanpun kondisinya,” lanjut Chong Wei yang mengaku tidak terpengaruh dengan gempita publik Istora.

Sementara itu Gade mengaku Chong Wei yang memiliki kecepatan luar biasa dan variasi pukulan cukup banyak, membuatnya sulit untuk mengembangkan permainan. “Saya benar-benar tidak bisa melakukan apa-apa saat menghadapinya hari ini. Variasi pukulannya dan kecepatannya benar benar luar biasa. Penampilannya jauh lebih bagus dari saya,” ungkap Gade dengan nada kecewa (FEY - bulutangkismania.wordpress.com).



sumber: http://www.bulutangkis.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&artid=7084

Tidak ada komentar:

Posting Komentar